Rakyat Merdeka — Seorang wanita di Massachusetts, Amerika Serikat hanya mengenakan satu baju yang sama dalam 100 hari dan tidak membeli baju baru selama setahun.
Menyadur dari laman Times Now News, pada Minggu (10/1/2021) Sarah Robbins-Cole, merasa nyaman dengan hanya mengenakan satu baju yakni gaun pendek dan lengan panjang dari bahan wol, bahkan saat merayakan Hari Raya Natal, selama 100 hari.
Sarah menuturkan, dirinya mengikuti 100 Day Clothing Challenge sejak 16 September tahun lalu yang juga diikuti oleh 250 wanita lainnya yang mengenakan baju dari salah satu merek pengrajin wol.
“Saya tahu tantangannya lewat media sosial dan berpikir kenapa tidak (mencobanya)?,” buka wanita berusia 52 tahun tersebut.
“Yang mengejutkan saya adalah meski memakai pakaian yang sama selama 100 hari, itu tidak mengubah hidup saya. Bahkan, hal itu memotivasi saya untuk melangkah lebih jauh dan saya tidak akan membeli baju atau aksesori baru antara 1 Januari tahun ini hingga 1 Januari 2022,” ujarnya.
Sarah Robbins-Cole saat mengikuti tantangan mengenakan satu baju dalam 100 hari.[Instagram/thisdressagain]
Sarah menuturkan, salah satu hal tersulit yang menjadi tantangannya adalah cara tampil baru setiap hari di media sosial.
“Dengan mengikuti tantangan ini, saya mendapat gambaran tentang tekanan luar biasa dari media sosial,” ujar Sarah.
“Saya juga menerima komentar yang tidak sopan dan tidak pantas, tetapi saya berhasil menanganinya dengan memblokir akun mereka,” katanya.
Tantangan yang dijalankan oleh merek pakaian Wool& bertujuan untuk menunjukkan kepada peserta bahwa memakai hanya satu baju akan mengubah kebiasaan belanja mereka, mengurangi cucian dan membantu menyelamatkan planet ini.
Peserta bisa mencuci dan mengeringkan baju dalam semalam, namun jika sudah bangun harus memakainya. Mereka yang menyelesaikannya akan memenangkan hadiah berupa voucher senilai Rp 1,4 juta untuk membeli dres Wool& baru.
Sarah memposting 100 penampilannya di akun Instagramnya ketika ia mengikuti tantangan tersebut. Dan ini, menurut Sarah, adalah bagian tersulit dari keseluruhan tantangan karena dia harus memasang tampilan baru setiap hari.
Wanita yang berprofesi sebagai dosen tersebut juga berkoordinasi dengan mahasiswa jika ia akan mengikuti tantangan dan memperingatkan mereka untuk tidak bosan.
“Saya telah memperingatkan mahasiswa saya sebelumnya bahwa saya akan menerima tantangan karena mereka akan melihat saya dengan pakaian yang sama setiap hari, yang mungkin mereka anggap aneh,” ujar Sarah.
Sarah juga mengungkapkan jika tantangan yang ia terima dapat memotivasi mahasiswanya untuk selalu hidup bahagia meskipun mendapat tekanan.
“Gaun itu nyaman, mudah dipakai dan sama sekali biasa-biasa saja. Saya menikmati aksesori itu dan meskipun saya rindu mengenakan jeans dan merasa lengan panjang agak hangat saat matahari terbit, saya tidak benar-benar melewatkan apa pun dari lemari pakaian saya yang biasa,” kata Sarah lebih lanjut.
Sarah akhirnya berpikir tentang berapa banyak pakaian yang berakhir di tempat pembuangan sampah, berapa banyak air yang digunakan untuk memproduksi kapas dan banyak orang yang tidak tahu bagaimana pakaian dibuat.
“Menjaga hal-hal sederhana benar-benar menyadarkan saya dengan apa yang sangat penting,” katanya.
Sarah juga menuturkan jika ia sama sekali tidak bosan dengan gaun yang ia pakai selama mengikuti tantangan.
“Saya memakainya beberapa kali sejak tantangan berakhir,” pungkas Sarah.