Rakyat Merdeka — Sebuah studi baru dari peneliti di Universitas Alberta, Kanada yang terbit di jurnal Psychiatry and Neuroscience, menunjukkan peristiwa traumatis atau stres di masa kanak-kanak memiliki efek jangka panjang.
Peneliti menemukan pengalaman buruk tersebut dapat menyebabkan perubahan kecil dalam struktur otak utama anak-anak, yang sekarang dapat diidentifikasi beberapa tahun kemudian.
Dilansir Neuroscience News, ini adalah studi pertama yang menunjukkan trauma selama beberapa tahun awal seorang anak memicu perubahan pada subregional spesifik dari amigdala dan hipokampus.
Amigdala merupakan bagian otak yang berperan dalam pengolahan dan ingatan terhadap emosi. Sedangkan hipokampus adalah bagian otak yang dapat menyimpan memori jangka panjang.
Setelah terjadi perubahan, peneliti percaya bahwa dua daerah otak yang terkena itu mungkin tidak berfungsi dengan baik lagi.
Itu berpotensi meningkatkan risiko gangguan kesehatan mental saat dewasa selama stres.
“Sekarang, kami bisa mulai memfokuskan diri pada bagaimana mengurangi atau bahkan, berpeluang membalikkan perubahan ini,” kata salah seorang peneliti Peter Silverstone, ketua sementara Departemen Psikiatri di Universitas Alberta, Kanada.
Ia menambahkan, studi ini menjelaskan bagaimana pengobatan seperti psikedelik bekerja pada penderita gengguan mental.
“Karena ada banyak bukti bahwa obat ini dapat meningkatkan pertumbuhan kembali saraf di area ini,” sambungnya.
“Memahami perubahan struktural dan neurokimia otak tertentu yang mendasari gangguan kesehatan mental adalah langkah penting untuk mengembangkan pengobatan baru yang potensial,” lanjutnya.
Sebanyak 35 peserta dengan gangguan depresi mayor direkrut untuk penelitian ini, termasuk 12 laki-laki dan 23 perempuan pramenopause berusia 18 sampai 49 tahun.
Peneliti juga merekrut 35 subjek kontrol yang sehat, termasuk 12 laki-laki dan 23 perempuan yang disesuaikan dengan usia, jenis kelamin dan pendidikan.