Rakyat Merdeka — Otoritas anti-narkotika Gambia menyita hampir tiga ton kokain di ibu kota Banjul pada hari Jumat, (8/1/2021) dan diklaim penangkapan terbesar dalam sejarah negara Afrika Barat tersebut.
Menyadur dari laman Anadolu Agency, pada Minggu (10/1/2021) Ousman Saidybah, juru bicara Badan Penegakan Hukum Narkoba Gambia mengungkapkan pihaknya berhasil menyita 2,9 ton kokain.
Kokain tersebut dimasukkan ke dalam 118 tas dikirim dari Pelabuhan Guayaquil di Ekuador melalui Algeciras di Spanyol melalui Perusahaan Pengiriman Maersk.
Barang haram ber ton-ton tersebut diselundupkan sebagai garam industri dan tiba di Kota Banjul pada 1 Januari 2021.
Kepolisian Banjul menangkap Sherif Njie, warga negara Gambia, yang namanya digunakan sebagai contact person untuk pengiriman tersebut.
Namun, agen anti-narkotika mengatakan pengiriman tersebut adalah milik Banta Keita, seorang warga negara Perancis keturunan Gambia yang tinggal di lingkungan Fajara, sekitar 18 menit berkendara dari Banjul.
“Sheriff Njie saat ini ditahan untuk membantu penyidikan, sementara perburuan Banta Keita terus berlanjut,” kata Saidybah.
Narkoba yang disita tersebut diperkirakan memiliki nilai hingga 88 juta dolar atau sekitar Rp 1,2 triliun.
Gambia dikenal sebagai negara yang digunakan untuk transit jalur perdagangan obat keras dari Amerika Selatan menuju Eropa dan tujuan lain.
Saidybah mengatakan temuan awal mereka menunjukkan bahwa pengiriman barang haram tersebut tidak ditujukan ke Gambia.
“Penyitaan ini merupakan konfirmasi lain bahwa Gambia seperti negara-negara Afrika Barat lainnya terus menjadi jalur penyimpanan dan transit kokain oleh kelompok kriminal terorganisir internasional,” pungkas Saidybah.