Rakyatmerdeka. co – Pemerintah mengaku kehadiran agama Yahudi atau Yudaisme di Indonesia. Tetapi, pemeluk agama itu tidak akan memperoleh layanan dari negara, seperti yang di rasakan penganut Islam, Kristen Protestan, Katolik, Hindu, Buddha, serta Konghucu.
” Pemerintah bukan sekedar mengaku enam agama, namun juga agama-agama yang lain. Yang lain itu, seperti Yudaisme, dilewatkan apa yang ada, ” tutur Ferimeldi, Kepala Pusat Kerukunan Umat Beragama Kementerian Agama, dua minggu lalu.
Ferimeldi mengaju pada pernyataannya prihal Penetapan Presiden Nomor 1 Tahun 1965 mengenai pencegahan Penyalahgunaan serta/atau Penodaan Agama.
Beleid yang diteken Presiden Soekarno itu menyebutkan enam agama yang diyakini sebagian besar masyarakat Indonesia. Konghucu, pada masa Orde Baru, pernah digerakkan secara sembunyi-sembunyi oleh beberapa pemeluknya bersamaan kebijakan anti-China.
Pernyataan pemerintah tak berhenti di situ. Ferimeldi berkata, sisi penjelasan pada penetapan presiden itu juga memberi jaminan hak serta keharusan sama untuk penganut agama serta aliran keyakinan lain.
“Tidak berarti bahwa agama-agama lain, seperti Yahudi, Zarasustrian, Shinto, Taoisme dilarang di Indonesia. Mereka memperoleh jaminan penuh seperti yang didapatkan oleh pasal 29 ayat 2 UUD 1945, ” catat ketentuan itu.
Ferimeldi menggaris bawahi, pemerintah membiarkan beberapa pemeluk agama serta kepercayaan itu berkembang. Syaratnya, kata dia, mereka tidak boleh tidak mematuhi ketentuan perundangan.
Sepuluh jenis hak yang ditata konstitusi lewat Bab XA, kata Ferimeldi, juga menempel pada beberapa penganut Yudaisme. Hak itu meliputi hak hidup, hak ekonomi, sosial, serta politik.
Penyebutan enam agama sebagai agama nasional pada Penetapan Presiden Nomer 1 Tahun 1965 berimplikasi pada beberapa pekerjaan pemerintah. Satu diantaranya, kata Ferimeldi, di bidang pendidikan.
Mengutip Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 mengenai System Pendidikan Nasional, setiap peserta didik memiliki hak memperoleh ajaran agama sesuai dengan apa yang mereka anut. Tidak hanya itu, pengajar pendidikan agama itu mesti seiman dengan para pendidiknya.
” Konsekwensi undang-undang itu, pemerintah mesti mempersiapkan buku, kurikulum, serta guru untuk penganut agama itu, ” ucapnya.
Di bidang kependudukan, kata Ferimeldi, penganut Yudaisme saat ini tak mesti mencantumkan satu dari enam agama besar di Indonesia di kolom agama ktp. Seperti ditata Kementerian Dalam Negeri, pemeluk Yudaisme bisa mengosongkan kolom itu.
Selain itu, Ferimeldi menyebutkan kajian mengenai Yudaisme nyaris tak pernah berlangsung di kementeriannya.
“Kami nyaris tak pernah mengulas itu dikarenakan jumlah umatnya yang teramat sedikit serta tak pernah terlihat. Mereka tak pernah berkomunikasi dengan kami serta tak pernah menuntut apa-apa, ” katanya.