RAKYAT MERDEKA – Ada kebiasaan-kebiasaan orang tua yang ternyata dapat memicu diabetes pada anak, terutama diabetes tipe 2. Beda dengan diabetes tipe 1, diabetes tipe 2 ini dipicu oleh gaya hidup yang tidak sehat.
Jose R.L Batubara, dokter anak subspesialis endokrinologi mengatakan, pemicu diabetes tipe 2 pada anak maupun orang dewasa, sebenarnya sama.
“Makan junk food, nonton TV kelamaan, kurang olahraga, sama kayak yang dewasa. Kebanyakan main gadget, bukan olahraga,” ujar Jose, seperti dikutip dari CNNIndonesia.com pada Selasa (7/2).
Akan tetapi di luar itu, tanpa disadari ada beberapa kebiasaan orang tua juga berpotensi memengaruhi risiko diabetes pada anak.
1. Memberi banyak asupan gula pada anak
Memang gula penting untuk tubuh sebagai sumber energi. Akan tetapi, sebaiknya orang tua lebih mengatur konsumsi gula buat anak.
Jose menyarankan jumlah karbohidrat anak sebesar 40 persen dari kebutuhan kalori harian.
Karbohidrat ini akan diolah menjadi glukosa dalam tubuh dan memiliki indeks glikemik lebih rendah dari gula biasa. Sumber karbohidrat pun bervariasi.
“Bisa dari staple food. Orang Asia misal nasi, kalau di Papua [makan] sagu, orang Eropa [makan] kentang,” tambahnya.
2. Makanan sebagai iming-iming anak tidak rewel
Sebaiknya, orang tua tidak menggunakan makanan dan minuman berkalori tinggi, sebagai iming-iming supaya anak tidak rewel.
Menurut psikolog anak dan remaja di Personal Growth Monica Sulistiawati, banyak orang tua yang memilih cara mudah untuk meredakan anak rewel. Salah satu caranya memberi makanan.
Bukan hanya berisiko membuat anak jadi gemuk, tapi juga ada efek lain kepada mental yang dipengaruhi oleh kebiasaan tersebut.
“Secara tidak langsung orang tua memberikan efek pembelajaran rewel itu boleh menangis itu boleh. Nantinya anak terbiasa mendapatkan apa yang dia inginkan,” kata Monica, dikutip dari CNNIndonesia.com.
3. Jadikan makanan sebagai hadiah
Selain iming-iming supaya anak tidak rewel, ada juga orang tua yang menjadikan makanan sebagai reward prestasi anak.
Tidak salah jika ingin memberikan apresiasi atas prestasi anak, namun Monica tidak menganjurkan makanan dijadikan sebagai hadiah.
Sebab, anak akan menganggap bahwa dengan prestasi atau keberhasilan, ia bisa makan sepuasnya. Hal ini dapat menjadi dampak negatif ketika dia dewasa. Dia akan sulit mengendalikan perilaku makan, gangguan psikologis atau gangguan makan misalnya bulimia atau anoreksia.
“Lagi self reward, makan sepuasnya. Habis itu timbul rasa bersalah. Kalau orang enggak bisa mengendalikan rasa bersalah, timbul gangguan depresi,” tambahnya.