RAKYAT MERDEKA – Bukhori Yusuf selaku Anggota Komisi VIII DPR dari fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), menyatakan penolakan terhadap aturan baru dari Kementerian Agama (Kemenag) mengenai penggunaan pengeras suara di masjid dan musala.
Bukhori menyarankan agar hal tersebut mestinya bisa diserahkan kepada masyarakat secara tradisi dan musyawarah.
“Biarkan masyarakat yang mengatur secara tradisi atau musyawarah,” ujarnya, seperti dikutip dari CNNIndonesia.com, pada Senin (21/2).
Menurut Bukhori, aturan Kemenag mengenai penggunaan pengeras suara di masjid dan musala terlalu mencampuri ranah teknis peribadatan.
Pasalnya, setiap kelompok masyarakat pada suatu wilayah mempunyai tradisi yang berbeda, dan hal tersebut dapat diatur secara tradisi oleh mereka.
“Menurut saya kemenag tidak perlu mengatur hal-hal yang sangat teknis tentang masalah ibadah utamanya penggunaan speker untuk adzan, pengajian, maupun lainnya di masyarakat, karena hal itu di setiap kampung yang satu dengan lainnya tidak sama,” terangnya.
Aturan penggunaan speaker masjid dan musala
Sebelumnya, aturan tentang penggunaan speaker masjid dan musala diteken Menag Yaqut melalui surat edaran (SE) Nomor 05 tahun 2022, dimana mengatur tentang penggunaan pengeras suara di masjid dan musala.
Dalam surat edaran tersebut, salah satu poin penting yang diatur yakni penggunaan volume pengeras suara masjid atau musala paling besar 100 dB atau desibel, dengan suara yang tidak sumbang.
Yaqut menilai, penggunaan pengeras suara di masjid dan musala memang merupakan kebutuhan bagi umat Islam, dimana hal tersebut adalah salah satu media syiar Islam di tengah masyarakat.
Akan tetapi, di sisi lain, masyarakat Indonesia sendiri terdiri dari beragam agama, keyakinan, dan latar belakang sehingga diperlukan upaya untuk merawat persaudaraan dan harmoni sosial.
“Pedoman diterbitkan sebagai upaya meningkatkan ketenteraman, ketertiban, dan keharmonisan antarwarga masyarakat,” kata Yaqut.