Anjloknya Angka Pernikahan di China

RAKYAT MERDEKA — Pada tahun 2024, China mencatat angka pernikahan terendah, namun memiliki angka perceraian yang tinggi.

Berdasarkan data dari Kementerian Urusan Sipil China pada Sabtu (9/2), dilaporkan sekitar 6,1 juta pasangan mendaftarkan pernikahan mereka pada 2024.

Diketahui, angka l ini turun 20,5 persen dari tahun sebelumnya dan terendah semenjak pencatatan statistik pada 1986, sebagaimana dikutip dari CNN.

Angka pernikahan yang rendah ini sendiri melanjutkan tren dari dekade sebelumnya yaitu pada 2013, di mana tercatat hanya 13 juta perkawinan.

Sebenarnya, jumlah perkawinan di China sempat pulih pada tahu 2023 lalu, namun kembali menurun ketika pembatasan Covid-19 dicabut.

Angka pernikahan yang rendah ini juga sejalan dengan populasi China yang terus menyusut selama tiga tahun terakhir.

Selain itu, jumlah usia produktif di China antara 16-59 tahun juga menurun sebanyak 6,83 juta pada 2024. Sementara jumlah penduduk dari kelompok usia lanjut malah meningkat 22 persen.

Pemerintah China dalam merespons kemerosotan populasi meluncurkan serangkaian kebijakan dari insentif finansial, pernikahan massal, membatasi tradisi mahar, sampai kampanye propaganda untuk mendorong kelompok muda menikah.

Dan semenjak 2022, Asosiasi Keluarga Berencana China juga meluncurkan program menciptakan “budaya perkawinan dan melahirkan era baru.” Akan tetapi, program ini tak bisa menarik minat warga Negeri Tirai Bambu tersebut.

Beberapa warga China juga memilih untuk menunda pernikahan sebab biaya hidup yang terus melonjak, dukungan kesejahteraan ekonomi yang minim, pasar kerja yang tipis, sampai adanya budaya patriarki yang mengakar.

Menurut pakar, penurunan angka kelahiran, disebabkan juga karena kebijakan wajib satu anak China yang berlangsung selama puluhan tahun.

Dari data kementerian Urusan Sipil juga merilis peningkatan jumlah perceraian walaupun tak signifikan.

Kemudian pada 2024, hampir 2,6 juta pasangan mendaftarkan diri untuk bercerai. Angka ini naik 28.000 dari tahun sebelumnya atau 2023.

Semenjak 2021, China memiliki aturan memberi “masa tenang” selama 30 hari untuk orang yang mengajukan gugatan cerai.

Cara ini, memicu kritik sebab mempersulit perempuan meninggalkan pernikahan yang beracun atau penuh kekerasan.

Related posts