Rakyat Merdeka — China disebut belum mewajibkan vaksinasi corona di negaranya. Berbeda dengan negara-negara di dunia termasuk Inggris dan Rusia yang sejak awal Desember mulai melakukan vaksinasi kepada warganya.
Hal itu diungkapkan oleh WNI bernama Lisa Christina yang saat ini bekerja dan menetap di Shanghai, China.
“Saat ini belum ada kewajiban atau panggilan untuk warga sini untuk divaksin. Mungkin karena (kasus Covid-19 di China) sudah under control,” kata Lisa, pada Senin (21/12).
“(Saya tanya) teman-teman profesi dokter, satu di Beijing dan satu di Shanghai, mereka juga belum divaksin walaupun pemerintah sini memfasilitasi vaksin gratis. Karena masih dalam tahap tes vaksinnya. Tapi tiap minggu (mereka) dites,” ujarnya.
Kendati tak mewajibkan vaksinasi, Lisa menuturkan kasus nasional virus corona di China sudah berada di bawah kendali dan orang-orang tidak lagi diwajibkan memakai masker.
Hanya saja penggunaan masker masih dianjurkan terutama saat memasuki fasilitas publik seperti bandara, stasiun kereta, dan saat menghadiri acara-acara besar.
“Masih pakai masker cuma kalau ke bandara, stasiun subway, gedung perkantoran, railway station, dan event-event besar. (Jika ke) mal dan restoran sih tidak perlu,” kata perempuan berusia 29 tahun itu.
“95 persen normal, di tempat umum pakai masker saja dan suka dilepas juga. Begitu masuk ke dalam kantor, tidak pakai masker juga tidak apa-apa. Tidak perlu pakai sarung tangan atau kaca pelindung wajah (face shield),” ujarnya.
Untuk protokol kesehatan, Lisa mengatakan semua kembali pada kesadaran diri sendiri. Umumnya, hand sanitizer dapat ditemukan dengan mudah hampir di semua tempat dan fasilitas publik di China serta disediakan secara gratis.
“Cuci tangan masih, kesadaran sendiri aja. Untuk hand sanitizer (ada) di mana-mana banyak disediakan secara gratis, di resepsionis mal, restoran, rumah makan pinggir jalan, toko-toko, kantor, dan tidak ada yang dicuri orang walau pun ditaruh di mana-mana tanpa pengawasan,” tuturnya.
|
Lisa menambahkan orang-orang di sana juga sudah tidak takut lagi untuk keluar rumah. Dia memperkirakan, sejak Juni hingga Juli, orang-orang sudah bepergian ke pantai. Dirinya mengaku sudah bepergian ke luar kota yakni ke pulau Hainan pada Juli.
“Untuk perjalanan jauh dengan pesawat biasa, cuma diminta tes di rumah sakit, diambil sampel dari tenggorokan aja (tidak usah melalui hidung), dan hasilnya diberikan lewat HP,” ujar dia.
Sementara warga negara asing atau warga setempat yang baru datang dari luar negeri masih diwajibkan melakukan karantina.
“Biasanya, dari bandara digiring ke hotel pakai mobil dan petugas-petugas pakai baju pelindung. Sudah dipaketin biaya karantina hotel dan katering. Tapi saya juga dapat info, ada bule-bule yang masuk ke China dua bulan lalu, mereka cuma disuruh karantina di rumah saja, tidak di hotel,” kata Lisa.
Dia menambahkan WNI pemegang visa pekerja juga telah diperbolehkan memasuki China sejak dua bulan lalu.
Meski telah membuka akses perbatasan dan melonggarkan protokol kesehatan, kata dia, China sempat menemukan satu hingga dua kasus Covid-19 di beberapa kota.
Tapi negara dapat menanganinya dengan cepat dan situasi kembali normal hanya dalam satu hingga dua pekan setelah kasus baru ditemukan.
Menurutnya, salah satu kunci utama China dapat mengendalikan Covid-19 dengan cepat terletak pada sikap pemerintahnya yang tegas.
“Pemerintah tegas untuk mencari sumber masalah. Di Beijing 19 Desember ada dua kasus baru, langsung tahu asal-muasal dari toko yang jual bakpao. Langsung ditindak tegas, orang-orang di sekitar sana rapid test dan dikarantina. Dua orang tersebut ke mana saja, ketemu siapa saja dalam dua minggu ini,” kata Lisa.
“(Semua itu) ditelusuri dan disebarkan biar yang ada di daerah sana atau ada di tempat dan waktu yang sama bisa tes ke rumah sakit juga. Biasanya warga sini langsung mendapatkan live info kalau ada kasus baru seperti ini via HP,” katanya.
Tak berhenti sampai di situ, kata Lisa, bagi warga yang tidak boleh keluar rumah tapi harus membeli makanan, pemerintah menyediakan petugas khusus untuk mengantarkan makanan sampai di depan rumah.
“Petugas di perumahan atau hotel gitu ya. Biasa kan kita pesan makanan secara daring diantar sampai depan rumah. Tapi karena Covid, cuma boleh diantar sampai gerbang,” kata Lisa.
“Nah, pemerintah atau manajemen apartemen atau hotel akan supply petugas untuk antar (makanan) sampai depan pintu. Sampai situasi lancar kembali, mereka membolehkan delivery order diantar sampai depan pintu rumah.”
Kunci sukses
Kunci sukses China lainnya dalam mengatasi pandemi, selain terletak pada pemerintahnya yang tegas, juga pemanfaatan teknologi yang semuanya terintegrasi melalui ponsel.
“Yang saya ingin sekali bagikan dan tekankan ke rekan-rekan di Indonesia, adalah bahwa di China ini teknologinya maju sekali dan apa-apa pakai HP. Apa pun terdeteksi lewat HP, jadi gampang dilacak,” kata Lisa.
Untuk memastikan protokol kesehatan, kata Lisa, hampir semua tempat di China mengandalkan pengecekan kesehatan melalui QR Code yang dapat dipindai melalui ponsel.
“Di sini untuk protokol kesehatan, biasa untuk memasuki gedung perkantoran, naik subway atau kereta ke luar kota, dan ke exhibition center ada pengecekan kode kesehatan di HP. Yang dipakai secara nasional adalah dari Alipay,” kata Lisa.
“Setelah cek health code ini, baru boleh masuk ke gedung perkantoran, event-event, dan lain-lain. Tapi kalau untuk mal, tidak dicek. Cuma untuk mengetahui suhu tubuh aja,” ujar dia.
Petugas keamanan juga dikerahkan di fasilitas publik tertutup termasuk stasiun kereta bawah tanah untuk mengawasi penggunaan masker. Mereka tak segan menegur orang-orang jika masker tidak dikenakan dengan benar.