Rakyat Merdeka — Joe Biden memenangkan suara Electoral College negara bagian California yang secara resmi menentukan kemenangan capres dari Partai Demokrat tersebut melenggang ke Gedung Putih.
Menyadur laman France24, pada Selasa (15/12/2020) di California, negara bagian terpadat, Joe Biden mendapatkan 55 suara elektoral pada Senin (14/12), secara resmi membuat mantan wakil presiden era Barack Obama tersebut mendapatkan lebih dari 270 suara yang diperlukan untuk mengalahkan Donald Trump.
Berdasarkan proyeksi yang dilakukan pada bulan November, Joe Biden memperoleh 306 suara Electoral College, lebih banyak dibandingkan dengan Donald Trump yang hanya mengumpulkan 232 suara.
Sebelumnya, pemilih di beberapa negara bagian medan pertempuran utama di mana Trump gagal berusaha untuk membalikkan hasil – Arizona, Georgia, Michigan, Nevada, Pennsylvania, dan Wisconsin – juga memilih Biden.
Suara Electoral College, yang ditetapkan pada hari Senin oleh hakim federal, dianggap penting karena klaim Trump yang tidak berdasar tentang penipuan semakin meluas.
Biden merencanakan akan berpidato pada Senin 07.30 malam waktu setempat untuk menyerukan kepada warga Amerika Serikat untuk membalik halaman baru.
“Api demokrasi telah menyala di bangsa ini sejak lama, dan kami sekarang tahu bahwa tidak ada – bahkan pandemi – atau penyalahgunaan kekuasaan – yang dapat memadamkan api itu,” ujar Biden.
“Dalam pertempuran untuk jiwa Amerika ini, demokrasi menang.” tegasnya.
Hampir tidak ada kemungkinan bahwa hasil suara elektoral yang ditentukan pada hari Senin akan membatalkan kemenangan Biden.
Upaya hukum yang dilakukan kubu Donald Trump untuk membalikkan hasil hingga kini tidak berbuah, satu-satu cara adalah dengan membujuk Kongres untuk tidak menerima hasil pemungutan suara saat pertemuan khusus pada 6 Januari, upaya yang hampir pasti akan gagal.
Joe Biden dan wakilnya Kamala Harris akan dilantik dan mula menjabat pada tanggal 20 Januari dengan segudang pekerjaan menanti.
Setelah menjabat, Joe Biden menghadapi tugas yang menantang untuk memerangi pandemi virus Covid-19, menghidupkan kembali ekonomi AS, dan membangun kembali hubungan yang rusak dengan sekutu AS di luar negeri oleh kebijakan “America First” Trump.