Rakyatmerdeka.co – News Selasa, 27 September 2016. Seperti hari lainnya, sejak mulai pagi, Sa’adah (47) bersiap-siap untuk berjualan nasi di warungnya yang tidak jauh dari Kantor Bupati Kepulauan Seribu di Pulau Pramuka. Dalam kesehariannya, ia kerap berhubungan dengan pegawai Pemerintah Propinsi DKI Jakarta yang bertugas di pulau tersebut .
Sebelumnya mengawali aktivitasnya seperti biasa , beberapa pegawai negeri sipil (PNS) memang sering makan di warung-warung nasi yang ada di sekitaran kantor mereka, tidak terkecuali di warung punya Sa’adah.
Pada 27 September pagi tersebut, salah seseorang PNS langganan Sa’adah menyampaikan kabar kalau pada hari itu, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama akan tiba berkunjung. Kunjungan pria yang akrab disapa Ahok ini ke Pulau Pramuka memiliki tujuan untuk resmikan panen pertama budidaya kerapu kerja sama Pemprov DKI serta komunitas nelayan di Kepulauan Seribu.
Sebagai warga yang tidak sering berinteraksi langsung dengan Ahok, Sa’adah serta warga yang lain pasti tidak ingin membiarkan begitu saja kehadiran orang nomer satu di DKI Jakarta itu.
Setelah beberapa jam sejak berita kedatangannya, Ahok juga tiba di Pulau Pramuka. Saat itu juga, Sa’adah serta sebagian pedagang yang lain di sekitaran warungnya segera meninggalkan tempat berjualan serta bergegas menuju Kantor Suku Dinas Kelautan serta Pertanian Kepulauan Seribu sebagai lokasi acara.
Banyak warga yang memadati lokasi acara membuat Sa’adah tidak dapat maju mendekat ke Ahok. Tetapi, keadaan itu tidak membuatnya pingin kembali lagi warung. Ia tetaplah menanti hingga giliran Ahok berbicara, memberi sambutan.
Sesudah beberapa waktu, Ahok akhirnya dipersilakan untuk maju ke depan panggung, menyampaikan sambutannya.
Sepenglihatan Sa’adah, Ahok mengawali sambutannya dengan mengakui seperti tengah berada di kampung halamannya di Belitung. Hal tersebut yang lalu membuatnya salah memanggil jabatan Lurah Pulau Pramuka dengan sebutan ” Pak Kades “.
Baca Juga : ” Pengeroyok Relawan Menyerahkan Diri, Lainnya Masih Buron ”
” Awalannya dia datang. Ada Pak Lurah nih, akan tetapi bukan Pak Lurah, dia manggilnya ‘Selamat pagi Pak Kades. Eh kelupaan saya bukan lagi di Belitung. ‘ Sama aparatnya ‘Pak, ini kan bukannya di Belitung, ini kan di Pulau Seribu’. (Ahok menjawab) oh iya Pak Lurah, maaf ya. Habis itu, dia naik tuh ke lokasinya, mau pidato, ” papar Sa’adah bercerita di Pulau Pramuka, Minggu (8/1/2017).
Keadaan Pulau Pramuka yang serupa dengan Belitung tersebut yang lalu dimaksud Sa’adah membuat Ahok banyak ceritakan pengalamannya waktu melalui karir politik disana.
Satu diantaranya waktu dia pernah mendapatkan selebaran yang mengajak warga untuk tidak memilihnya waktu pemilihan Bupati Belitung Timur 2005. Ahok juga pernah menyebutkan mengenai isi Al Quran surat Al Maidah ayat 51.
” Saya ingin nyalonin anu, dapat surat edaran saya. Jangan sampai pilih, ini orang kafir. Dia jadi cerita sebenarnya, bukannya ngatain, ” tutur Sa’adah menirukan perkataan Ahok saat itu.
Sesudah Ahok menutup sambutannya, Sa’adah menyebutkan tidak ada warga yang mempersoalkan perkataan Ahok. Karenanya, ia heran mengapa perkataan Ahok itu lalu dipermasalahkan, sepekan setelah kehadirannya itu.
Sebagai orang yang melihat langsung Ahok bicara, Sa’adah menilainya tidak ada satu juga perkataan Ahok yang menyinggung, terlebih menodai agama Islam.
” Orang disini cuek-cuek saja orang pulau. Seandainya dia ingin bilangnya kiai-kiai disini anu-anu, Pak Ahok tidak bakal bisa pulang di sana. Dikepungin sama orang pulau, ” ucap Sa’adah.
Seperti Sa’adah, Ketua Masjid Jami Al Makmuriah, Faturrahman (70), di ketahui juga ada dalam acara tersebut . Ia menilainya tak ada yang pantas dipermasalahkan dari perkataan Ahok. Karenanya, ia menyebutkan, dianya serta warga Pulau Pramuka yang lain heran mengapa kasusnya itu saat ini menyebabkan efek yang besar.
” Lagian Pak Ahok kerap menolong nelayan-nelayan. Ya bagaimana kita mau memusuhi. Bila masalah agama, kita kan negara Pancasila. Ya tidak dapat musuhin agama lain, ” ujar dia.
Dipermasalahkannya perkataan Ahok diikuti oleh karena ada aksi yang melibatkan massa dalam jumlah besar di Jakarta pada 4 November serta 2 Desember 2016. Banyak warga dari luar Jakarta yang ikut dalam dua aksi itu. Tetapi, tidak demikian dengan warga Pulau Pramuka.
Sepengetahuan Faturrahman, tidak ada satu juga anggota jemaah masjid yang melemparkan hasratnya untuk turut dalam dua aksi itu.
” Tidak ada, tidak ada satu pun. Dasarnya negara kita Pancasila. Bila melanggar situ nanti salah lagi. Negara Pancasila kok kita, ” kata dia.
Disamping itu, sebagai salah seseorang warga yang dituakan, Mulya (66) mengakui pernah didatangi polisi yang bertanya adakah warga Pulau Pramuka yang ikuti aksi pada 4 November serta 2 Desember. Tetapi, terhadap polisi itu, Mulya menyebutkan tak ada warganya yang turut dalam dua aksi itu.
” Mak, kata dia manggil saya ‘Mak’. Saya ingin lihat orang pulau ada yang demo. Saya katakan tidak ada. Tidak ada orang pulau mah. Masihlah mempunyai istighfar orang pulau mah, aman saja, ” tutur Mulya.
Pada pertengahan November, Ahok ditetapkan sebagai tersangka masalah penodaan agama untuk ucapannya di Kepulauan Seribu. Penetapannya itu diikuti dengan diprosesnya ia sebagai terdakwa dalam sistem pengadilan.
Baca Juga : ” Relawan Ahok Babak Belur, Ini Kisah Nya ! “
Persidangan Ahok di ketahui telah berjalan sepanjang empat kali. Berjalannya sistem persidangan ikut menarik perhatian warga Pulau Pramuka, termasuk juga waktu persidangan ke empat yang mendatangkan beberapa saksi pelapor, satu diantaranya pejabat Front Pembela Islam (FPI), Novel Chaidir Hasan Bamukmin.
Warga Pulau Pramuka merasa tersinggung dengan perkataan Novel yang menyebutkan mereka awam memahami agama. Warga menyatakan mereka merupakan penganut Islam taat.
Menurut warga, ketaatan mereka itu juga yang bikin banyak pendatang non-Muslim sebagai mualaf tanpa ada paksaan lantaran menetap di Pulau Pramuka.
Seperti yang dilontarkan Tarni (45). Menurutnya, walau sebagian besar beragama Islam, warga Pulau Pramuka yang bukan beragama Islam tetap terasa nyaman tinggal di pulau itu. Karena sangat nyamannya, ia menyebutkan ada satu keluarga non-Muslim yang semua anak-anaknya lalu jadi mualaf karena punya kebiasaan berhubungan dengan warga Pulau Pramuka.
Info Tarni dibenarkan oleh Faturrahman. Sebagai ketua masjid, ia mengakui beberapa kali sudah jadi saksi untuk orang-orang yang menyebutkan masuk Islam di Pulau Pramuka.
” Rekan saya ada juga yang masuk Islam. Kepala sekolah SMP dahulu masuk Islam sekeluarga, ” tutur pensiunan guru yang telah menetap di Pulau Pramuka mulai sejak 1970 ini.