RAKYAT MERDEKA — Kekecewaan dirasakan oleh Ketua Fraksi PKS di DPR Jazuli Juwaini. Dia mengaku kecewa sebab semua fraksi menolak revisi UU Pemilu dan sepakat meminta pemerintah untuk menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (Perppu) Pemilu menyusul pembentukan tiga provinsi baru di Papua.
Jazuli menjelaskan, lewat revisi UU Pemilu, PKS ingin mengubah ketentuan ambang batas pencalonan presiden atau presidential threshold sebesar 20 persen. Akan tetapi, kini rencana tersebut akhirnya tertutup.
“Salah satu tuntutan PKS di revisi UU Pemilu adalah sekarang yang kita JR [judicial review] kan itu. Karena revisi enggak jadi, enggak ada pintu lain bagi fraksi di DPR kecuali JR,” ujar Jazuli di kantor DPP PKS, Jakarta Selatan, Senin (11/7).
Dia menilai, PKS tak mungkin meminta presiden untuk mengatur ulang ketentuan ambang batas pencalonan presiden dalam Perppu Pemilu. Oleh karena itu, Jazuli mengatakan jika PKS cukup tahu diri.
“Minta sama Presiden, PKS tahu diri juga karena dia oposisi dan jumlahnya cuma 50 dari 575,” katanya.
Sementara, Ketua Majelis Syuro PKS Salim Segaf Al-Jufri mengakui, jika pihaknya mendorong hadirnya capres alternatif lewat uji materiil UU Pemilu di Mahkamah Konstitusi (MK). Salim yakin jika upaya tersebut adalah satu-satunya cara supaya ambang batas pencalonan presiden dipangkas.
Salim menyatakan, pihaknya sudah menyiapkan tim dan kajian komprehensif dalam tuntutan tersebut. Menurutnya, tuntutan ini juga sudah mendapat respons positif dari para pengamat dan ahli hukum.
“Banyak pengamat melihat ajuan PKS dengan semua syarat-syarat yang diinginkan oleh MK itu sama kita ada semua,” ujarnya.
Seperti yang diberitakan sebelumnya, PKS resmi mengajukan gugatan uji materi pada pasal syarat pencalonan presiden-wakil presiden ke MK, Rabu (6/7). PKS menjadi satu-satunya partai di parlemen yang memberikan gugatan pada syarat ambang batas pencalonan presiden itu.
Di mana dalam ketentuan tersebut mengatur bahwa pasangan capres cawapres hanya bisa diajukan partai atau gabungan partai yang memiliki minimal 20 persen kursi di parlemen atau 25 persen suara sah nasional dari hasil pemilu sebelumnya.